Kopi, Gunung dan Sungai
Friday, November 23, 2012
Add Comment
Sahabat Petualang, Hujan turun lumayan
deras ketika kami masih beristirahat di hotel di kaki Gunung Dempo.
Untung hujannya tak lama dan cepat reda. Sehingga ketika kami bersiap
untuk meneruskan perjalanan kami tak perlu takut basah kena air hujan
ketika harus mengatur barang bawaan kami di Terios.
Karena habis hujan meskipun sinar
matahari sudah muncul, kabut ternyata masih enggan pergi. Semestinya
dari belakang hotel, kami bisa menikmati hamparan teh dan Gunung Dempo.
Namun karena tertutup kabut maka puncak Gunung Dempo jadi tak terlihat
secara utuh. Sayang banget yaa….
Dari hotel kami putuskan untuk
meneruskan eksplorasi kopi Pagaralam sebelum bergerak ke Kabupaten Empat
Lawang. Sembari menunggu kabar dari toko Kirana yang memiliki mesin
pengolah kopi, kami mencari petani kopi di Pagaralam untuk mengobrol.
Ditemani Arkadius atau kerap disapa
Diok, kami bertemu seorang kakek berumur 75 tahun yang masih ada
hubungan kekerabatan dengan Diok. Sambil melakukan sesi pemotretan dan
pengambilan dokumentasi video kami mengobrol mengenai kopi Pagaralam.
Kakek Ambyan ternyata sudah menjadi petani kopi selama 50 tahun.
Ketika umur masih muda ia sempat
merantau ke Palembang sebelum akhirnya kembali ke kampung halamannya di
Pagaralam dan meneruskan merawat kebun kopi. Dan itu bertahan hingga
sekarang di tengah pasang-surutnya harga kopi.
Di tengah keasyikan tim 7Wonders Terios
menjajal jalanan light off-road, ada kabar bahwa mesin pengolah kopi
sudah berfungsi kembali. Tanpa membuang waktu kami segera bergerak
menuju lokasi di Pusat Kota Pagaralam untuk menyaksikan sendiri seperti
apa pengolahan kopi di Pagaralam.
Ternyata sistem pengolahannya mirip
dengan sentra kopi di Liwa dan Lahat nyaris sama saja. Perbedaannya
adalah cara me-roaster biji kopi. Walaupun di Pagaralam – drum untuk
me-roaster biji kopi sama dengan yang di Lahat tetapi untuk memutarnya
sudah menggunakan mesin. Sementara untuk proses penggilingannya sama
yaitu memakai 2 mesin. Pertama biji kopi dihaluskan jadi butiran kasar.
Kemudian dipindah ke mesin satunya untuk dibuat makin lembut.
Seperti halnya proses pengolahan padi
sebelum menjadi beras siap dikonsumsi maka pengolahan buah kopi jadi
biji kopi juga menarik perhatian kami. Diok bilang jika kakaknya Nando
punya mesin pengolah buah kopi jadi biji kopi. Mesin Engelberg Huller
bikinan USA ini berdimensi besar dan digerakkan dengan diesel.
Sembari mempraktekkan sistem kerja
mesin pengolah buah kopi Engelberg Huller, Diok menerangkan trik untuk
mengetahui buah kopi yang dijemur sudah kering atau belum. “Coba ambil
segengam lalu goyang-goyang. Nah, kalau di dalam buah kopi yang sudah
dijemur ada bunyinya berarti biji di dalamnya sudah terpisah dengan
dagingnya. Baru ini bisa diolah jadi biji kopi,” celoteh penyuka
kendaraan 4x4 ini.
Biasanya para petani kopi akan
menyimpan buah kopi dalam kondisi masih terbungkus dengan kulitnya.
“Kalau disimpan masih dengan kulitnya akan lebih awet dan tak mudah
menyusut,” lanjut Diok. Jika harga kopi lagi kurang baik para petani
biasanya menyimpan buah kopi dalam karung-karung besar. Ketika harga
membaik barulah diolah menjadi kopi.
Tak terasa waktu makan siang sudah
tiba. Diok menawarkan untuk makan siang di pinggir sungai sembari
menikmati aliran sungai yang jernih. Wah, ini yang ditunggu-tunggu!
Kebetulan lokasi sungai yang dimaksud tak jauh dari rumah Nando. Menu
santap siang segera dipindahkan ke dalam mobil dan diangkut menuju
lokasi.
Rupanya Nando sudah menunggu di sana.
Tanpa membuang waktu tim segera bergerak. Jalan yang dilalui lumayan
kecil dan sedikit light off-road. Untuk mencapai lokasi yang dimaksud
tim 7Wonders harus membawa Terios menyeberang sungai kecil. Ground
clearence yang tinggi membuat kami yakin tak akan ada masalah melewati
sungai kecil itu. Dan ternyata itu benar.
Sampai di lokasi Nando kakak Diok sudah
menunggu. “Ayo makan siang di saung bambu sana,” ajaknya. Perut sudah
keroncongan jadi tak perlu nunggu waktu lama, menu santap siang ikan,
bihun goreng dan sambal goreng ati langsung diserbu. Suasana makan siang
di pinggir sungai berbatu yang airnya jernih sungguh terasa berbeda.
Beberapa anggota tim 7Wonders tak tahan untuk menambah makanannya.
Usai makan, kami istirahat sejenak
sambil menyeruput kopi panas pagaralam. Nando bercerita jika selain
memiliki usaha pemisah buah kopi dan padi kini ia memiliki mainan baru
yaitu mengolah batu sungai menjadi batu split di lokasi lahan miliknya
seluas 8 hektar lebih.
Suasana di pinggir sungai membuatnya
betah. “Hampir setiap hari aku habiskan waktu di sini. Lain kali kalau
ke Pagaralam kita bikin tenda di sini. Suasananya pasti menyenangkan,”
ajak Nando. Siap… lain kali kalau ada kesempatan pasti mampir lagi!
Menuju Makan Pinggir Sungai | Mesin Pemisah Kulit Kopi | Berinteraksi dengan Petani Kopi |
..blog ini lagi ikutan lomba terios 7 wonders dari daihatsu..
..doain ngakak beloger yah supaya bisa jadi pemenangnya..
reverensi : http://www.daihatsu.co.id/terios7wonders/news
0 Response to "Kopi, Gunung dan Sungai"
Post a Comment