-->

Kopi, Gunung dan Sungai



Sahabat Petualang, Hujan turun lumayan deras ketika kami masih beristirahat di hotel di kaki Gunung Dempo. Untung hujannya tak lama dan cepat reda. Sehingga ketika kami bersiap untuk meneruskan perjalanan kami tak perlu takut basah kena air hujan ketika harus mengatur barang bawaan kami di Terios.

Karena habis hujan meskipun sinar matahari sudah muncul, kabut ternyata masih enggan pergi. Semestinya dari belakang hotel, kami bisa menikmati hamparan teh dan Gunung Dempo. Namun karena tertutup kabut maka puncak Gunung Dempo jadi tak terlihat secara utuh. Sayang banget yaa…. 

Dari hotel kami putuskan untuk meneruskan eksplorasi kopi Pagaralam sebelum bergerak ke Kabupaten Empat Lawang. Sembari menunggu kabar dari toko Kirana yang memiliki mesin pengolah kopi, kami mencari petani kopi di Pagaralam untuk mengobrol.

Ditemani Arkadius atau kerap disapa Diok, kami bertemu seorang kakek berumur 75 tahun yang masih ada hubungan kekerabatan dengan Diok. Sambil melakukan sesi pemotretan dan pengambilan dokumentasi video kami mengobrol mengenai kopi Pagaralam. Kakek Ambyan ternyata sudah menjadi petani kopi selama 50 tahun.

Ketika umur masih muda ia sempat merantau ke Palembang sebelum akhirnya kembali ke kampung halamannya di Pagaralam dan meneruskan merawat kebun kopi. Dan itu bertahan hingga sekarang di tengah pasang-surutnya harga kopi.
Di tengah keasyikan tim 7Wonders Terios menjajal jalanan light off-road, ada kabar bahwa mesin pengolah kopi sudah berfungsi kembali. Tanpa membuang waktu kami segera bergerak menuju lokasi di Pusat Kota Pagaralam untuk menyaksikan sendiri seperti apa pengolahan kopi di Pagaralam. 

Ternyata sistem pengolahannya mirip dengan sentra kopi di Liwa dan Lahat nyaris sama saja. Perbedaannya adalah cara me-roaster biji kopi. Walaupun di Pagaralam – drum untuk me-roaster biji kopi sama dengan yang di Lahat tetapi untuk memutarnya sudah menggunakan mesin. Sementara untuk proses penggilingannya sama yaitu memakai 2 mesin. Pertama biji kopi dihaluskan jadi butiran kasar. Kemudian dipindah ke mesin satunya untuk dibuat makin lembut.

Seperti halnya proses pengolahan padi sebelum menjadi beras siap dikonsumsi maka pengolahan buah kopi jadi biji kopi juga menarik perhatian kami. Diok bilang jika kakaknya Nando punya mesin pengolah buah kopi jadi biji kopi. Mesin Engelberg Huller bikinan USA ini berdimensi besar dan digerakkan dengan diesel.

Sembari mempraktekkan sistem kerja mesin pengolah buah kopi Engelberg Huller, Diok menerangkan trik untuk mengetahui buah kopi yang dijemur sudah kering atau belum. “Coba ambil segengam lalu goyang-goyang. Nah, kalau di dalam buah kopi yang sudah dijemur ada bunyinya berarti biji di dalamnya sudah terpisah dengan dagingnya. Baru ini bisa diolah jadi biji kopi,” celoteh penyuka kendaraan 4x4 ini.

Biasanya para petani kopi akan menyimpan buah kopi dalam kondisi masih terbungkus dengan kulitnya. “Kalau disimpan masih dengan kulitnya akan lebih awet dan tak mudah menyusut,” lanjut Diok. Jika harga kopi lagi kurang baik para petani biasanya menyimpan buah kopi dalam karung-karung besar. Ketika harga membaik barulah diolah menjadi kopi.
Tak terasa waktu makan siang sudah tiba. Diok menawarkan untuk makan siang di pinggir sungai sembari menikmati aliran sungai yang jernih. Wah, ini yang ditunggu-tunggu! Kebetulan lokasi sungai yang dimaksud tak jauh dari rumah Nando. Menu santap siang segera dipindahkan ke dalam mobil dan diangkut menuju lokasi.

Rupanya Nando sudah menunggu di sana. Tanpa membuang waktu tim segera bergerak. Jalan yang dilalui lumayan kecil dan sedikit light off-road. Untuk mencapai lokasi yang dimaksud tim 7Wonders harus membawa Terios menyeberang sungai kecil. Ground clearence yang tinggi membuat kami yakin tak akan ada masalah melewati sungai kecil itu. Dan ternyata itu benar.

Sampai di lokasi Nando kakak Diok sudah menunggu. “Ayo makan siang di saung bambu sana,” ajaknya. Perut sudah keroncongan jadi tak perlu nunggu waktu lama, menu santap siang ikan, bihun goreng dan sambal goreng ati langsung diserbu. Suasana makan siang di pinggir sungai berbatu yang airnya jernih sungguh terasa berbeda. Beberapa anggota tim 7Wonders tak tahan untuk menambah makanannya.

Usai makan, kami istirahat sejenak sambil menyeruput kopi panas pagaralam. Nando bercerita jika selain memiliki usaha pemisah buah kopi dan padi kini ia memiliki mainan baru yaitu mengolah batu sungai menjadi batu split di lokasi lahan miliknya seluas 8 hektar lebih.

Suasana di pinggir sungai membuatnya betah. “Hampir setiap hari aku habiskan waktu di sini. Lain kali kalau ke Pagaralam kita bikin tenda di sini. Suasananya pasti menyenangkan,” ajak Nando. Siap… lain kali kalau ada kesempatan pasti mampir lagi!
Menuju Makan Pinggir Sungai  Mesin Pemisah Kulit Kopi  Berinteraksi dengan Petani Kopi

..blog ini lagi ikutan lomba terios 7 wonders dari daihatsu.. 
..doain ngakak beloger yah supaya bisa jadi pemenangnya..

reverensi : http://www.daihatsu.co.id/terios7wonders/news

0 Response to "Kopi, Gunung dan Sungai"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel